TANAH KAVLING KREDIT 5 TAHUN TANPA BUNGA

TANAH KAVLING KREDIT 5 TAHUN TANPA BUNGA
TANAH KAVLING

Senin, 09 Desember 2013

Akademisi



Akademisi Islam Yang Berakhlak Mulia
Sebagai Akademisi Islam yang Berakhlak Mulia kita harus mempunyai sifat “Kesempurnaan Budi”. Yang dimaksud dengan Kesempuranaan budi disini adalah mengerti baik maupun buruk, benar atau salah, kebahagiaan atau penderitaan, dan bertindak berdasar pengertian itu. Kondisi ini dicapai jika akalanya sempurna, yakni akal kritis dan kreatif bebas yang diperoleh dari belajar. Inti ilmu ini adalah inti ajaran Islam dengan satu asas kebenaran yang memandang semua manusia berkedudukan sama. Setiap orang wajib menyebarkan ilmu sekaligus Islam ke semua orang disemua tempat, menjadi guru sekaligus murid, belajar dan mengajar untuk kebaikan hidup seluruh umat manusia. Sekolah, Madrasah, dan Pesantren adalah instrumen dan media bagi kebaikan hidup, penyempurnaan budi dan akal yang terus diubah dan disempurnakan sesuai zaman dan perkembangan ilmu.
Manusia adalah pelaku otonom, bebas dari dilema ihtiar takdir Sunnisme, yang terus menyempurnakan budi dan akal bagi kesempuranaan hidup sosial. Dalam hal intelektual Tuhan telah memberi kebebasanya pada tiap-tiap hamba untuk memaximalkan dalam penggunaanya, sehingga dari sini muncul beberapa faham yang sama-sama mencoba memecahkan permasalahan zaman, beberapa aliran mengatakan dirinya dengan gerakan wahabisme puritanisme yang menyeleseikan problematika dengan tariqah Syekh Muhammad  bin Abdul wahab tanpa mau mengkontekstualkan dalil-dalil normatif pada perubahan zaman yang semakin berkembang ini. Akan tetapi ada pula beberapa aliran lain yang mengatakan firqahnya sebagai gerakan yang kritis liberal dengan Orientasi syariah dan orientasi etika sufustis humanis sebagai mana langkah api pembaruan yang dilakukan oleh Kiai Ahmad Dahlan dalam mempelopori kegiatan-kegiatan yang dipandang sekuler pada masa itu namun saat ini telah banyak di ikuti oleh beberapa kalangan yang secara kultural mereka mengikuti budaya-budaya Muhammadiyah walaupun secara struktural mereka berasal dari berbagai macam kelompok organisasi keagamaan, contoh kecil permasalah pendidikan pada masa kejayaan islam umat islam terdahulu melakukan kajian-kajian kecil dalam memperluas dakwah islam dengan  tidak boleh mencampurkan sedikitpun budaya barat dalam realisasinya, namun Kiai Ahmad dahlan mencoba untuk menggabungkan metode budaya barat dengan tanpa menghilangkan tradisi syariah keislaman didalamnya.


Muhammadiyah sendiri memiliki kekhasan dalam mencapai tujuan tersebut Ketika situasi nasional mengarah pada demokrasi terpimpin yang penuh gejolak politik di tahun 1960-an. Beberapa tokoh angkatan muda Muhammadiyah seperti Muhammad Djaman Alkindi, Rosyad Soleh, Amin Rais. Mencoba mendirikian organisasi yang ormas mahasiswa Islam terlahir dari kelompok sosial keagamaan dengan identitas yang jelas sebagai organisasi otonom (ortom) Muhammadiyah sifat dan gerakan IMM sama dengan Muhammadiyah yakni sebagai gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar. Yang bertujuan membentuk akademisi muslim yang berakhlaq mulia dan menjadi intelektual muda yang kompeten dalam setiap ilmu pengetahuan. Imm sendiri mempunyai ide dasar, ide dasar tersebut ialah :
Pertama, Vision, yakni membangun tradisi intelektual dan wacana pemikiran melalui intelectual enlightement (pencerahan intelektual) dan intelectual enrichment (pengkayaan intelektual). Strategi pendekatan yang digunakan IMM ialah melalui pemaksimalan potensi kesadaran dan penyadaran individu yang memungkinkan terciptanya komunitas ilmiah.
Kedua, Value, ialah usaha untuk mempertajam hati nurani melalui penanaman nilai-nilai moral agama sehingga terbangun pemikiran dan konseptual yang mendapatkan pembenaran dari Al Qur’an.
Ketiga, courage atau keberanian dalam melakukan aktualisasi program, misalnya dalam melakukan advokasi terhadap permasalahan masyarakat dan keberpihakan ikatan dalam pemberdayaan umat.
Dalam tataran konseptual sebenarnya IMM memiliki sebuah konsep yang komprehensif. Trilogi Iman-Ilmu-Amal. juga trikompetensi kader Spiritualitas-Intelektualitas-Humanitas memiliki konsep yang khas dibanding pola gerakan lain.
Dari konsep intelektual Islam, terlebih dahulu perlu dikaji konsep Ulil Albab.  Istilah Ulil Albab di dalam Al Qur’an terdapat pada beberapa ayat. Salah satu ayat tertera pada Ayat ke 190-191 Surat Al Ali Imron.



إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَاب. الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّار.
“Sesungguhnya, dalam (proses) penciptaan langit dan bumi, dan (proses) pergantian malam dan siang, adalah tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi ulil albab (orang-orang yang berfikir [menggunakan intelek mereka]). Yaitu orang-orang yang berzikir (berlatih diri dalam mencapai tingkat kesadaran akan kekuasaan Allah) dalam keadaan berdiri, duduk, dan dalam keadaan terlentang, dan senantiasa berfikir tentang (proses) penciptaan langit dan bumi, (sehingga mereka menyatakan) wahai Tuhan kami, Engkau tidak menciptakan semua ini dalam keadaan sia-sia. Maha suci Engkau, peliharalah kami dari siksa api neraka” (QS 3: 190-191).
Muhammadiyah juga memiliki sejumlah konsep yang bisa disebut sebagai cita-cita sosial atau suatu idealitas kehidupan sosial. Namun demikian, praktek pendidikan Muhammadiyah belum tentu didasari konsep tetang idealitas kehidupan sosial ini disusun dari sistem kepercayaan dalam ilmu tauhid dan sisitem ritual dalam ilmu syari’ah. Keduanya dipandang sebagai rumusan baku tentang ketuhanan dan tentang peribadatan, bahkan dipandang sakral dan berlaku abadi.
Berdasarkan konsep tersebut, kualitas kehidupan seseorang atau masyarakat, dilihat dari ilmu tauhid dan ilmu syari’ah yang dilembangkan dalam putusan tarjih. Menurut Geertz : “Hubungan sosial warga gerakan ini adalah mekanisme hubungan santri puritan, santri sinkretik, abangan, dan pemeluk agama lain. Semua bentuk hubungan, termasuk politik diletakkan Muhammadiyah sebagai “Dakwah Islam Amar Ma’ruf Nahi Munkar”, yang bertujuan akhirnya ialah keberlakuan syari’ah.
                                                



Daftar Pustaka
* Api Pembaharuan Kiai Ahmad Dahlan


Kepribadian

TAKWA DAN IMPLIKASINYA

         Hadirin yang dimuliakan ALLAH, Salah satu perintah Allah swt. yang banyak disebutkan dalam al-Qur’an, dan juga dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. Adalah, agar kita, orang-orang mukmin, berusaha mencapai derajat taqwa. Taqwa kepada Allah swt. begitu penting, karena dengan taqwa ini, seseorang mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Allah swt. Taqwa adalah buah dari pohon ibadah. Ia merupakan tujuan utama dari setiap perintah ibadah kepada Allah swt. Perintah berpuasa misalnya bertujuan untuk meningkatkan derajat ketakwaan bagi orang-orang beriman. Taqwa yang sesungguhnya hanya diperoleh dengan cara berupaya secara maksimal melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala larangan-larangannya. Ketaatan ini adalah ketaatan yang tulus, tidak dicampuri oleh riya atau pamrih.

            Firman Allah tentang kedudukan orang-orang yang bertaqwa: “Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa mendapat kemenangan”. QS. An-Naba’ 78

            Dalam ayat lain Allah berfirman yang artinya :Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islamپh.  QS. Ali Imran 3:102

           Kemudian dalam ayat lain Allah juga berfirman yang artinya “Barang siapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia  akan menadakan baginya jalan keluar. Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya”. QS. Ath-Thalaq 65: 2-3.

            Kata taqwa begitu pentingkehidupan. Sebab ketaqwaan adalah benteng terhadap setiap aktivitas dan gerak yang kita lakukan. Tanpa adanya ketaqwaan, kita akan menjadi liar dan buas, bagaikan binatang yang hidup di hutan.

            Dalam surat Ali imran kita dapat melacak ciri-ciri daripada orang-orang yang bertakwa. Dalam Surah Ali Imran Firman Allah SWT : “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada syurga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri , mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (Surah Ali Imran ayat 133-135)

            Dalam ayat diatas, Allah SWT memotivasi umat Islam agar bersegera meraih impian yang dijanjikan oleh Allah SWT kepada mereka, yaitu syurga tempat kesenangan yang diharapkan. Tempat yang dipenuhi dengan segala keindahan. Motivasi agar bersegera menuju syurga Allah SWT berikan agar umat Islam tidak lalai dan leka.

            Dalam ayat di atas juga Allah SWT telah menyatakan bahawa Dia telah menyediakan syurga yang luas iatu seluas langit dan bumi kepada orang-orang yang bertakwa . Apakah ciri-ciri orang yang bertakwa?

            Dari ayat diatas, kita bisa melihat beberapa ciri daripada orang yang bertakwa;  Pertama : Orang yang menafkahkan hartanya ketika susah ataupun senang. Salah satu amalan yang terbaik bagi setiap orang Mukmin adalah bersedekah. Bersedekah dapat membersihkan hati dari sifat kikir dan bakhil. Sedangkan bakhil adalah satu sifat yang dicela oleh Allah SWT. Bersedekah bukan hanya terletak pada pemberian berbentuk materi, tetapi semua kebaikan dan amal soleh juga bisa disebut sebagai sedekah.

            Sabda Rasulullah SAW. yang bermaksud :”Tiap anggota badan dari manusia wajib atasnya melakukan sedekah tiap hari apabila terbit matahari. Engkau mendamaikan dua orang (yang berselisih) itu adalah sedekah, menolong orang berkenaan dengan tunggangannya (kenderaannya), engkau mengangkatnya atau mengangkat barang-barangnya keatas tungganganya itu adalah sedekah. Dan kata-kata yang baik itu adalah sedekah, dan setiap langkah kaki untuk solat itu adalah sedekah serta menyingkirkan sesuatu rintangan dari jalan itu adalah sedekah.” (Hadis Riwayat Muttafaq Alaih)

            Nabi SAW bersabda maksudnya : gTidaklah hamba-hamba Allah bangun di pagi hari, kecuali disertai dengan turunnya dua malaikat. Salah satu dari keduanya lalu berkata : eYa Allah berilah orang yang berinfaq ganti (dari barang yang diinfaqkan)f. Dan salah satu lagi berkata ; eYa Allah berilah orang yang menahan (bakhil) akan kerugian.h (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim)

            Dalam hadis yang lain sabda Rasulullah SAW. yang artinya : “Sungguh sedekah itu akan memadamkan kemarahan Tuhan dan menghindarkan dari kematian yang buruk (su’ul khatimah).” (Hadis Riwayat Tirmidzi)

            Kedua : Orang-orang yang mampu menahan perasaan marahnya. Firman Allah SWT yang artinya adalah : “Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh” (Surah Al-A’raaf ayat 199)

            Sabda Rasulullah SAW. yang artinya : gOrang yang terkuat di kalangan kamu semua ialah orang yang dapat mengalahkan hawa nafsunya di ketika dia marah dan orang yang tersabar ialah orang yang suka memberikan pengampunan di saat dia berkuasa memberikan balasan (kejahatan orang yang menyakitinya)h (Hadis Riwayat Baihaqi)

            Sabda Nabi SAW lagi yang bermaksud : “Tiada seorang pun yang meneguk satu tegukan yang lebih agung pahalanya daripada tegukan berupa kemarahan yang ditahannya semata-mata mengharapkan keridhaan Allah Taala.” (Hadis Riwayat Ibnu Majah)

            Ketiga : Orang-orang suka memaafkan kesalahan orang lain. Salah satu di antara ajaran Islam yang sangat agung adalah ajaran untuk saling memaafkan. Memafkan berarti orang lain yang yang mempunyai kesalahan kemudian kita memberi maaf. Sementara kalau kita yang mempunyai kesalahan maka wajib bagi kita untuk meminta maaf.

            Orang yang mulia adalah orang yang suka memafkan. Dalam sebuah hadis yang di riwayatkan oleh Abu Hurairah ra, bahwasannya Rasulullah S.A.W. Bersabda: Musa bin Imran a.s, berkata: “Wahai Tuhanku diantara hamba-hamba-Mu, siapakah orang yang paling mulia dalam pandangan-Mu ? “Allah Azza Wajalla menjawab, “ Orang yang memaafkan walaupun ia mampu membalas. “ ( Hadis Riwayat Baihaqi )

            Memafkan sesaorang yang kita tidak mampu membalasnya adalah baik dan ini wajar, kerana kedudukan kita pada saat itu lemah. Sementara memaafkan seseorang yang kita mampu untuk membalasnya adalah lebih baik dan lebih mulia karena pada saat itu kedudukan kita kuat dan boleh melakukan apa saja. Ketika seseorang berusaha untuk menjadi pemaaf berarti ia telah berusaha untuk meniru sifat Allah S.W.T. yaitu Al-eAfuwwu yang Maha Pemaaf. Sesaorang yang memaafkan orang lain adalah orang yang mencoba menghilangkan luka hatinya akibat kesalahan yang di lakukan orang lain terhadapnya. Sifat pemaaf adalah satu daripada sifat luhur yang perlu ada pada diri setiap individu muslim.

            Keempat : Orang yang sentiasa memohon ampun kepada Allah SWT apabila melakukan kesalahan dan dosa. Setiap manusia ada melakukan kesalahan dan dosa. Sebaik-baik mereka yang bersalah adalah minta ampun dan bertaubat kepada Allah SWT. Rasulullah SAW sendiri bersifat maksum dan telah di ampunkan dosa baginda yang dahulu dan akan datang oleh Allah SWT tetap beristigfar 100 kali sehari. Sepatutnya kita lebih dari itu kerana betapa banyaknya dosa dan kesalahan-kesalahan yang kita lakukan terhadapNya.

            Nabi SAW bersabda maksudnya : “Wahai sekalian manusia, bertaubatlah kepada Allah dan memohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya aku bertaubat dalam sehari sebanyak 100 kali” (Hadis Riwayat Muslim).

            Allah SWT. berfirman yang artinya, h Sesungguhnya Allah amat menyukai orang-orang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.h (Surah Al-Baqarah ayat 222)

            Bukti penyesalan ialah mengaku dosa dan tidak lari dari tanggungjawab untuk menerima akibatnya. Seterusnya, meminta maaf kepada manusia yang dizalimi dan memohon keampunan daripada Allah SWT. Demikianlah, yang dilakukan oleh Nabi Adam a.s. dan Hawa setelah memakan buah terlarang. Keduanya berkata : “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.” (Surah Al-A’raf ayat 23)

             Terkait ketakwaan ini, Al-Hasan al-Bashri, ulama besar yang hidup pada akhir abad VII M, dalam telaahnya tentang pengertian taqwa yang terkandung dalam surah al-A’raf ayat 26 di atas, mengungkapkan ciri-ciri orang yag bertaqwa kepada swt., sebagai berikut:

  1.  Teguh dalam keyakinan dan bijaksana dalam pelaksanaannya;
  2.  Tampak wibawanya karena seuma aktivitas hidupnya dilandasi kebenaran dan kejujuran;
  3.  Menonjol rasa puasnya dalam perolehan rezeki sesuai dengan usaha dan kemampuannya;
  4.  Senantiasa bersih dan berhias walaupun miskin;
  5.  selalu cermat dalam perencanaan dan bergaya hidup sederhana walaupun kaya;
  6.  Murah hati dan murah tangan
  7.  Tidak menghabiskan waktu dalam perbuatan yang tidak bermanfaat;
  8.  Tidak berkeliaran dengan membawa fitnah
  9.  Disiplin dalam tugasnya;
  10.  Tinggi dedikasinya;
  11.  Terpelihara identitas muslimnya (setiap perbuatannya berorientasi kepada terciptanya kemaslahatan/kemanfaatan masyarakat);
  12.  Tidak pernah menuntut yang bukan haknya serta tidak menahan hak orang lain;
  13.  Kalau ditegur orang segera intropeksi. Kalau ternyata teguran tersebut benar maka dia menyesal dan mohon ampun kepada Allah swt. serta minta maaf kepada orang yang tertimpa oleh kesalahannya itu;
  14.  Kalau dimaki orang dia tersenyum  simpul sambil mengucapkan: “Kalau makian anda benar saya bermohon semoga Allah swt. mengampuniku. Kalau teguran anda ternyata salah, saya bermohon agar Allah mengampunimu.