TANAH KAVLING KREDIT 5 TAHUN TANPA BUNGA

TANAH KAVLING KREDIT 5 TAHUN TANPA BUNGA
TANAH KAVLING

Rabu, 12 Maret 2014

Pernikahan



PERNIKAHAN BEDA AGAMA DALAM PROSPEKTIF SYEKH MUHAMMAD YUSUF QARDHAWI


 BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Pernikahan adalah pernikahan yang dilakukan pria dan wanita yang sama aqidah, akhlak dan tujuannya, di samping cinta dan ketulusan hati. Di bawah naungan keterpaduan itu, kehidupan suami isteri akan tentram, penuh cinta dan kasih sayang. Keluarga akan bahagia dan anak-anak akan sejahtera. Dalam pandangan Islam, kehidupan keluarga seperti itu tidak akan terwujud secara sempurna kecuali jika suami isteri berpegang kepada agama yang sama. Keduanya beragama dan teguh melaksanakan ajaran Islam. Jika agama keduanya berbeda akan timbul berbagai kesulitan di lingkungan keluarga. Dalam pelaksanaan ibadat, pendidikan anak, pengaturan makanan, pembinaan tradisi keagamaan, dan lain-lain.
Pernikahan telah terjadi sejak manusia pertama diciptakan Allah SWT, sebagaimana yang telah terjadi pada Nabi Adam AS, beliau sebagai manusia pertama yang telah dikawinkan dengan Siti Hawa oleh Allah SWT. Proses kejadian ini merupakan proses permulaan dan pertama kali dalam sejarah kehidupan manusia di muka bumi ini. Pernikahan bertujuan untuk membentuk keluarga yang diliputi rasa saling mencintai dan rasa kasih sayang antar anggota keluarga. Sebagai agama universal, Islam memandang manusia sebagai kesatuan umat, dalam hal perkawinan sama sekali tidak mempersoalkan faktor-faktor perbedaan keturunan bangsa atau kewarganegaraan, yang jadi persoalan hanyalah faktor perbedaan agama.
Islam menentukan bahwa keselamatan keyakinan agama harus lebih diutamakan daripada kesenangan duniawi, apalagi dalam hubungan perkawinan yang merupakan batu dasar pembinaan rumah tangga, kekeluargaan, masyarakat, faktor keyakinan agama benar-benar ditonjolkan.Allah tidak berkeinginan menjadikan manusia seperti makhluk lainnya, yang hidup bebas mengikuti nalurinya tanpa suatu aturan.Kemudian, demi menjaga kehormatan dan kemuliaan manusia, Allah menciptakan hukum sesuai martabatnya, sehingga hubungan antara pria dan wanita diatur secara terhormat dan berdasarkan saling meridhai.
Dalam abad kemajuan teknologi komunikasi modern dewasa ini, pergaulan manusia tidak dapat dibatasi hanya dalam satu lingkungan masyarakat yang lingkupnya kecil dan sempit, seperti pembatasan golongan, suku, ras, dan agama.Namun hubungan antar manusia telah berkembang begitu pesat, sehingga menembus dinding-dinding yang sebelumnya menjadi pemisah bagi kelangsungan hubungan mereka. Adakalanya apa yang terjadi dilingkungan masyarakat belum sepenuhnya diatur secara tegas oleh perangkat peraturan-peraturan yang sudah ada. Semakin luas dan terbukanya hubungan antar manusia tersebut mempunyai dampak yang sangat besar bagi kehidupan manusia, salah satu dampak tersebut adalah masalah pernikahan, yakni sering terjadi pernikahanbeda agama.
B.  Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, maka di ambil suatu permasalahan, sebagai berikut :
1.      Apa hukum perkawinan beda agama menurut Syeikh Muhammad Yusuf Qardhawi ?
2.      Apa metode istinbath hukum yang digunakan dalam menentukan hukum perkawinan beda agama ?

C.  Metode  Penelitian
Metode penelitian adalah cara yang digunakan dalam pengumpulan data. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang didasarkan pada data kepustakaan.Sebuah penelitian yang mencoba menjabarkan pemahaman pada pembaca mengenai pemikiran Syekh Muhammad Qardhawi tentang Pernikahan Beda Agama. Dan untuk lebih detailnya, metode penelitian akan penulis uraikan sebagai berikut:


1.    Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan atau studi teks, maka dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode dokumentasi, yaitu dengan pengumpulan dan menelusuri buku-buku atau teks-teks yang relefan dengan tema kajian sumber data.
Sumber data penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder
a.       Sumber data primer yaitu data yang diperoleh dari data primer, yaitu sumber asli yang menurut informasi atau data tersebut. Dalam hal ini, penulis, menggunakan buku-buku karya Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi, seperti : Halal dan Haram dalam Islam, Fatwa-fatwa Kontemporer.
b.      Sumber data sekunder ialah data yang diperoleh dari sumber yang bukan asli, yang memuat informasi atau data tersebut. Maka dari itu, penulis mengambil sumber yang mendukung dari penelitian diatas, supaya dapat dipertanggung jawabkansecara ilmiah. Data ini diambil dari karya-karya intelektual lain yang mendukung data dari tema pembahasan penulis.

2.      Metode Penulisan Data
Secara etimologi analisis berasal dari bahasa Inggris, yaitu analisis yang mengandung arti “suatu uraian pikiran yang mendalam, sistematis, dan rasional.Dalam menganalisis, langkah pertama yang dilakukan adalah persiapan memilih data sedemikian rupa, sehingga hanya data yang terpakai saja yang digunakan.Langkah ini bermaksud merapikan data agar sistematis dan tinggal mengadakan pengolahan lanjutan atau menganalisis.
a.       Metode Content Analysis
Content Anliysis (analisis isi) yaitu analisis tentang pesan suatu komunikasi. Penulis akan melakukan analisis data dan pengolahan secara ilmiah tentang isi pesan atau teks. Metode ini digunakan untuk memahami pendapat dan istinbath hukum yang digunakan Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi. Disamping itu, dengan cara ini dapat dibandingkan antara satu buku dengan buku yang lainnya dalam bidang yang sama, baik berdasarkan perbedaan waktu penulisannya maupun mengenai kemampuan buku-buku tersebut dalam mencapai sasarannya sebagai bahan yang disajikan,
b.      Metode Komperatif
Untuk menganalisis data, penulis juga menggunakan metode komperatif, yaitu menganalisis data tertentu yang berkaitan dengan situasi atau faktor-faktor yang diselidiki, kemudian faktor-faktor tersebut diperbandingkan satu dengan yang lainnya.Dalam hal ini penulis berusaha membandingkan antara pendapat Syekh Muhammad Qardhawi dengan ulama’ lainnya tentang permasalah Pernikahan Beda Agama.













BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.    Pernikahan beda Agama dalam Fiqh Islam
Peristiwa pernikahan beda agama merupakan salah satu tahapan yang dianggap penting dalam kehidupan manusia dan telah dijalani selama berabad-abad pada suatu kebudayaan dan komunitas agama. Sebagian orang menganggapnya sebagai peristiwa sacral, sebagaimana peristiwa kelahiran dan kematian yang hanya terjadi sekali seumur hidup.Sedemikian pentingnya sehingga semua agama mempunyai aturan sendiri dalam melaksanakan pernikahan.
Pernikahanbeda agama memang sudah cukup lama di diskusikan sampai saat ini, akan tetapi masih saja menarik perhatian untuk dikaji lagi. Mayoritas ulama berpendapat mengenai hukum perkawinan antara seorang peia muslim dengan wanita musyrik. Sebagaiamana di haramkannya makan sembelihannya, begitu juga halnya mengawini wanita atheis (tidak percaya adanya Tuhan) kecuali bila dia masuk Islam baru di halalkan oleh agama. Dalam hali ini berdasarkan firman Allah SWT yang berbunyi :
ولا تنكحوا المشركات حتى يؤمن ولامة مؤمنة خير من مشركة ولو اعجبتكم ولا تنكحوا المشركين حتى يؤمنوا ولعبد مؤمن خير من مشرك ولو اعجبكم اولئك يدعون الي النار والله يدعوا الى الجنة والمغفرة بإذنه. [ البقر221]
“Dan janganlah kamu kawini perempuan musyrik sehingga mereka itu beriman dan sengguh seorang hamba perempuan yang beriman adalah lebih baik daripada seorang perempuan musyrik sekalipun dia itu sangat mengagumkan kamu, dan jangan kamu kawainkan anak-anak kamu (perempuan) dengan laki-laki musyrik sehingga mereka itu beriman dan sungguh seorang hamba laki-laki yang beriman adalah lebih baik daripada seorang laki-laki musyrik sekalipun mereka itu sangat mengagumkan kamu. Sebab, mereka itu mengajak kamu ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan pengampunan dengan izinnya juga” (Al-Baqarah :221).Dalam ayat ini terdapat keterangan, agar orang muslim selalu berhati-hati terhadap jebakan orang-orang musyrik, yang mempunyai siasat untuk menggiring meninggalkan agama islam dengan menawari perempuan yang cantik.
Agama islam membolehkan penganutnya yang laki-laki mengawini perempuan Ahlul Kitab, sebagaimana halalnya memakan binatang sembelihannya. Kebolehan ini bertujuan untuk membuat sikap toleransi terhadap penganut agama lain, dan memungkinkan terjadinya upaya suami untuk mendidik istrinya menganut agama islam, karena tabiatnya sebagai pemimpin dalam rumah tangganya. Pendapat ini berdasarkan pada al-Quran ayat 5 surat al-Maidah yang berbunyi:
اليوم أحل لكم الطيبت و طعام الذين أوتوا الكتب حل لكم وطعام مكم حل لهم  والمحصنت من المؤمنت و المحصنت من الذين أوتوا الكتب من قبلكم إذا اتيتمو هن محصنين غير مسافحين ولا متخذي اخدان و من يكفر بالإيمان فقط حبط عمله وهو فى الآخرة من الخسرين (الما ئدة :5)
"Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi”. 
Agama Islam tidak membolehkan penganutnya yang perempuan dikawini oleh laki-laki Ahlul Kitab, berdasarkan firman Allah ayat 10 surat al-Mumtahanah yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir.Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami-suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkanNya di antara kamu.Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
Dari ayat diatas dapat diambil keterangan salah satunya, yaitu larangan Allah agar perempuan muslimah  tidak dikawini oleh Ahlul Kitab (orang-orang kafir), karena dikhawatirkan akan dipengaruhi meninggalkan agamanya. Agama islam memandang pada terlalu besar kemungkinan terjadinya hal tersebut, karena suamilah yang menjadi pemimpin dalam rumah tangga. Tentu saja, ia akan menggunakan kewenangan pemimpin untuk mengajak keluarganya agar menganut keyakinannya. Yang menjadi persoalan yaitu perkawinan antara pria muslim dengan wanita ahli kitab atau kitabiyah. Secara tekstual memang surat al-Baqarah ayat 221 tersebut melarang perkawinan antara orang islam dengan non islam,  akan tetapi menurut pandangan ulama pada umumnya pernikahan seorang muslim dengan kitabiyah itu dibolehkan dan sebagian ulama yang lain mengharamkannya atas dasar sikap musyrik kitabiyah bahkan tidak sedikit para ulama yang mengharamkannya dengan berpegang pada sad al-Dzari’ah, karena mudahnya fitnah dan mafsadat yang timbul dari perkawinan tersebut.
Imam Syafi’i dalam kitab klasiknya, Al-Umm, mendefinisikan Kitabiyah dan non Kitabiyah sebagai berikut, “Yang dimaksud dengan ahlul kitab adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani yang berasal dari keturunan bangsa Israel asli.Adapun umat-umat lain yang menganut agama Yahudi dan Nasrani, rnaka mereka tidak termasuk dalam kata ahli kitab.Sebab, Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa a.s. tidak diutus kecuali untuk Bani Israil dan dakwah mereka juga bukan ditujukan bagi umat-umat setelah Bani israil.”
Dalam kitab Tafsir Al-Manar di jelaskan, ulama mempersoalkan mengenai nikah dengan wanita pengikut kitab Injil dan Taurat,  yang dimaksud itu pada ahli kitab ( Nasrani dan Yahudi) di masa Nabi mereka masih hidup serta kitabnya masih murni belum mengalami perubahan dan penyimpangan ataukah yang dimaksud ahli kitab disini itu para keturunan mereka serta kitabnya juga tidak murni lagi sudah mengalami perubahan dan penyimpangan. Hal ini menunjukkan adanya dua kelompok pandangan. Kelompok pertama berpendapat: bahwa Kitabiyah halal dinikahi meskipun sudah ada penyimpangan. Kelompok kedua berpendapat: bahwa Kitabiyah yang boleh dinikahi adalah Kitabiyah yang keyakinannya masih murni belum ada perubahan sebagaimana ajaran kitab yang masih murni. Sedangkan kitabiyah yang sudah menyimpang haram dinikahi, keharaman menikah dengan Kitabiyah menurut kelompok ini karena menganggapnya musyrik, dan wanita musyrik haram dinikahi.

B.     Pengertian konsep
Kafir
Kafir secara harfiyah adalah menyembunyikan sesuatu, atau menyembunyikan kebaikan yang telah diterima atau tidak berterima kasih atau mengingkari kebenaran.Dalam al-Quran, kata kafir dengan berbagai bentuk kata jadinya disebut sebanyak 525 kali. Kata kafir digunakan dalam al-quran berkaitan dengan perbuatan yang berhubungan dengan Tuhan,  seperti :
v  Mengingkari nikmat Tuhan dan tidak berterima kasih kepada-Nya (QS.16:55, QS. 30:34).
v  Lari dari tanggung jawab (QS.14:22).
v  Menolak hukum Allah (QS. 5;44).
v  Meninggalkan amal soleh yang diperintahkan Allah (QS. 30:44).

Dalam terminologi kultural kata ini digunakan dalam agama Islam untuk merujuk kepada orang-orang yang mengingkari nikmat Allah (sebagai lawan dari kata syakir, yang berarti orang yang bersyukur).Namun yang paling dominan, kata kafir digunakan dalam al-Quran adalah kata kafir yang mempunyai arti pendustaan atau pengingkaran terhadap Allah SWT dan Rasul-RasulNya, khususnya Nabi Muhammad dan ajaran-ajaran yang dibawanya.

Secara istilah, kafir adalah orang yang menentang, menolak, kebenaran dari Allah Swt yang di sampaikan oleh RasulNya.atau secara singkat kafir adalah kebalikan dari iman. Dilihat dari istilah, bisa dikatakan bahwa kafir sama dengan non muslim. Yaitu orang yang tidak mengimani Allah dan rasul-rasul-Nya serta ajarannya.

Ditinjau dari segi bahasa, kata kafir tidak selamanya berarti non muslim, karena ada penggunaan kata kafir atau pecahan dari kata kafir seperti kufur, yang bermakna inkar saja, tidak sampai mengeluarkan seseorang dari keislaman. Contohnya kufur nikmat, yaitu orang yang tidak pandai/mensyukuri nikmat Tuhan, atau dalam istilah lain disebut sebagai kufrun duna kufrin (kekufuran yang tidak sampai membawa pelakunya kafir/keluar dari islam).
Musyrik
Musyrik dalam Islam berarti mempersekutukan Allah SWT dan bergantung dzat selain-Nya. Dalam surat Al-Ikhlas, secara gamblang, Allah SWT mengajarkan kepada kita bahwa dzat-Nya hanyalah satu dan tidak ada sesuatu pun yang menyerupaiNya.
Pada ayat pertama dijelaskan bahwa Allah SWT, hanyalahsatu dzat.Ayat berikutnya menjelaskan bahwa hanya kepada-Nyalah tempat manusia menggantungkan hidup.Allah SWT juga tidak beranak dan tidak pula diperenakkan.Pada akhirnya, tidak ada sesuatu pun yang dapat menyerupainya. Di dalam firman Allah SWT pada surat Al-Luqman ayat 13 sebagai berikut :
وإذ قال لقمن لإبنه وهو يعظه يبني لاتشرك باالله إن الشرك لظلم عظيم (لقمن :13)
“Ingatlah Lukman berkata kepada anaknya, diwaktu ia member pelajaran kepadanya, “Hai anakku!Janganlah kamu mempersekutukan Allah SWT, Sesungguhnya mempersekutukan Allah SWT adalah benar-benar kezdaliman yang sangat besar” (QS.Luqman 13).
Dengan demikian, orang musyrik dalam Islam disamping menyembah kepada Allah SWT, ta’at Kepada Allah SWT, juga mengabdikan dirinya kepada yang selain Allah SWT.Jadi, orang musyrik itu ialah mereka yang mempersekutukan Allah SWT dalam bentuk I’tikad atau kepercayaan, ucapan maupun dalam bentuk amal perbuatan.
Ahli kitab
Yang disebut Ahli Kitab hanyalah mereka orang-orang Nasrani dan Yahudi.begitulah dalam kitab-kitab tafsir. sedangkan agama selain Nasrani dan Yahudi seperti, hindu, buddha, majusi/zoroastrianisme, kong hu chu, taoisme, shinto dan agama-agama atau keyakinan-keyakinan yang muncul sebelum Nabi Muhammad -sholallahu 'alaihi wasallam- bukan termasuk Ahli Kitab. 
Mereka disebut dalam Al-Qur'an sebagai "Musyrikin" seperti bangsa arab dahulu sebelum datangnya Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- yang mana mereka menyembah berhala. akan tetapi jika mereka ditanya kenapa mereka menyembah berhala? mereka akan menjawab, "kami tidak menyembah berhala-berhala ini, akan tetapi kami hanya ingin mendekatkan diri kepada Allah sedekat-dekatnya." dengan begitupun Allah menyebut mereka tetap orang-orang musyrik. Allah berfirman, yang artinya: “ "Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya." Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki (kepada kebenaran) orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar." (QS Az-Zumar : 3).
Walau niat mereka hanya ingin mendekatkan diri kepada Allah.dan niat ini adalah niat yang baik, akan tetapi cara mendekatkan diri yang mereka lakukan salah dan tidak sesuai yang diperintahkan oleh Allah. dan mereka tetap disebut sebagai pendusta dan kafir (ingkar akan kebenaran).
Kita sebagai seorang muslim wajib mengimani kitab-kitab yang Allah turunkan kepada nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad Sholallahu 'Alaihi Wasallam. adapun isi syariat pada kitab-kitab terdahulu sebelum dirubah oleh mereka hanya Allah yang tahu. dan kita hanya diperintahkan untuk melaksanakan apa yang Allah perintahkan dalam Al-Qur'an dan yang Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- perintahkan melalui hadits-haditsnya yang shahih.
C.    Pernikahan beda agama menurut empat Mazhab
Dalam pembahasan ini, penulis mencoba membahas tentang hukum pernikahanbeda agama dari sudut pandang ulama’ empat mazhab, walaupun pada prinsipnya ulama’ empat mazhab ini mempunyai pandangan yang berbeda. Untuk lebih jelas berikut pandangan keempat mazhab fiqih teresbut mengenai pernikahan beda agama.
Madzhab Hambali
Pada Mazhab Hambali mengenai pernikahan beda agama ini, mengemukakan bahwa haram menikahi wanita-wanita musyrik, dan boleh menikahi wanita Yahudi dan Nasrani. Mazhab ini dalam menanggapi masalah pernikahan beda agama, banyak mendukung para gurunya yaitu Imam Syafi’i. Dan tidak membatasi bahwa yang termasuk Ahli Kitab adalah Yahudi dan Nasrani dari bangsa Israel.Akan tetapi menyatakan bahwa wanita-wanita yang menganut Yahudi dan Nasrani sejak sa’at Nabi Muhammad belum diutus jadi Rosul.
Madzhab Maliki
Menurut Mazhab Maliki tentang hukun pernikahan beda agama ini mempunyai dua pendapat yaitu: Pertama, Nikah dengan kitabiyah hukumnya makruh mutlak baik dzimmiyah maupun harbiyah, namun makruh menikahi wanita harbiyah lebih besar. Akan tetapi jika dikhawatirkan bahwa si istri yang kitabiyah ini akan mempengruhi anak-anak dan meninggalkan agama ayahnya, maka hukumnya haram. Kedua, tidak makruh mutlak karena ayat tersebut tidak melarang secara mutlak. Metodologi berfikir mazhab Maliki ini menggunakan pendekatan Sad Al-Zariah (menutup jalan yang mengarah kepada kemafsadatan).Jika timbul kemafsadatan yang akan muncul, maka diharamkan.


Madzhab Syafi’i
Demikian halnya dengan mazhab Syafi’I, juga berpendapat bahwa boleh menikahi wanita Ahli Kitab, dan yang termasuk golongan wanita Ahli Kitab menurut mazhab Syafi’i adalah wanita-wanita Yahudi dan Nasrani keturunan orang-orang bangsa Israel dan tidak termasuk bangsa lainnya, sekalipun termasuk penganut Yahudi dan Nasrani. Adapun alasan-alasan yang dikemukakan mazhab ini adalah :
1.      Karena Nabi Musa dan Nabi Isa hanya diutus untuk bangsa Israel, dan bukan bangsa lainnya.
2.      Lafadz “Min Qoblikum (umat sebelum kamu)” pada QS. Al-Maidah ayat 5 menunjukkan kepada 2 golongan Yahudi dan Nasrani adalah wanita-wanita yang menganut agama tersebut sejak semasa Nabi Muhammad SAW sebelum diutus jadi Rasul, tegasnya orang-orang yang menganut Yahudi dan Nasrani sesudah Al-Qur’an diturunkan tidak termasuk Yahudi dan Nasrani dalam kategori Ahli Kitab, karena tidak sesuai dengan bunyi ayat Min Qoblikum tersebut.

Madzhab Hanafi
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa pernikahan pria muslim dengan wanita musyrik hukumnya adalah mutlak haram, tetapi membolehkan menikah wanita Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani), sekalipun Ahli Kitab tersebut meyakini trinitas, karena menurut mereka yang terpenting adalah Ahli Kitab tersebut memiliki kitab samawi. Menurut mazhab ini yang dimaksud dengan Ahli Kitab adalah siapa saja yang mempercayai seorang Nabi dan Kitab yang pernah diturunkan Allah SWT, termasuk juga orang yang percaya kepada Nabi Ibrahim AS, Suhufnya, orang yang percaya kepada Nabi Musa AS, dan Kitab Zaburnya, maka wanita tersebut boleh dikawini. Bahkan menurut mazhab ini mengawini wanita Ahli Kitab zimmi atau wanita kitabiyah yang ada di Darul Harbi adalah boleh, hanya saja pernikahan dengan wanita kitabiyah yang ada di Darul Harbi hukumnya makruh tahrim, karena akan membuka pintu fitnah dan mengandung mafasid yang besar. Sedangkan pernikahan dengan wanita Ahli Kitab zimmi hukumnya makruh tanziah, alasan mereka adalah karena wanita Ahli Kitab zimmi ini menghalalkan minuman arak dan menghalalkan daging babi.




















BAB III
HASIL PENELITIAN
A.    Biografi Singkat Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi
Dikalangan pemikir Islam, Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi dikenal sebagai ulama’ dan pemikir Islam yang unik sekaligus istimewa. Keunikan dan keistimewaannya itu tidak lain karena memiliki cara atau metodologi khas dalam menyampaikan risalah Islam. Lantaran metodologinya itu dikalangan barat beliau diterima sebagai pemikir yang selalu menampilkan Islam secara ramah, santun, dan moderat.
Kapasitas keilmuan Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi sesungguhnya tidak lepas dari latar belakang keluarga dan pendidikan yang ditempuhnya. Beliau dilahirkan dari sebuah keluarga sederhana dengan nama lengkap Yusuf bin ‘Abadullah bin ‘Ali bin Yusuf, yang kemudian populer dengan sebutan Yusuf Qardhawi, disebuah desa terpencil pedalaman Mesir. Ayahnya, ‘Abdullah adalah anak dari seorang pedagang sukses Haji ‘Ali Al-Qardhawi. Sedangkan ibunya berasala dari keluarga Al-Hajar, sebuah keluarga pedagang dan sangat terkenal dengan kecerdasannya. Ibu dan bibinya orang yang sangat cerdas dalam berhitung, tanpa menggunakan catatan.
Dengan berlatar belakang pendidikan filsafat dan penguasaannya mendalam terhadap Al-Qur’an dan Hadist, membuat pemahaman fiqih Al-Qardhawi menjadi dinamis. Beliau tidak kaku dalam mempelajari dan menyikapi ilmu-ilmu syari’ah, yang banyak menyedot perhatiannya sampai sekarang. Meskipun dalam masalah fiqih beliau beraliran Hanafi. Beliau juga tidak terikat dengan pendapat-pendapat dalam mazdhab tersebut.




B.     Pandangan Yusuf Qardhawi tentang Pernikahan beda Agama

1.      Perempuan Musyrik
Diantara wanita yang haram dinikahi adalah wanita musyrik, yaitu wanita-wanita penyembah berhala seperti bangsa Arab dan sebagainya. Allah SWT berfirman :
ولا تنكحوا المشركات حتى يؤمن ولامة مؤمنة خير من مشركة ولو اعجبتكم ولا تنكحوا المشركين حتى يؤمنوا ولعبد مؤمن خير من مشرك ولو اعجبكم اولئك يدعون الي النار والله يدعوا الى الجنة والمغفرة بإذنه. [ البقر221]
“Dan janganlah kamu kawini perempuan musyrik sehingga mereka itu beriman dan sengguh seorang hamba perempuan yang beriman adalah lebih baik daripada seorang perempuan musyrik sekalipun dia itu sangat mengagumkan kamu, dan jangan kamu kawainkan anak-anak kamu (perempuan) dengan laki-laki musyrik sehingga mereka itu beriman dan sungguh seorang hamba laki-laki yang beriman adalah lebih baik daripada seorang laki-laki musyrik sekalipun mereka itu sangat mengagumkan kamu. Sebab, mereka itu mengajak kamu ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan pengampunan dengan izinnya juga” (Al-Baqarah : 221).
Ayat diatas menjelaskan bahwa seorang muslim laki-laki tidak dibolehkan kawin dengan perempuan musyrik, begitu juga perempuan mu’minah tidak dibolehkan kawin dengan laki-laki musyrik karena ada perbedaan yang sangat jauh antara kedua kepercayaan tersebut. Di satu pihak mengajak ke surga sedangkan di pihak lain mengajak ke neraka. Di satu pihak beriman kepada Allah SWT dan para Nabi serta hari akhir, sedangkan di pihak lain menyekutukan Allah SWT dan ingkar terhadap Nabi serta hari akhir.Adapun tujuan perkawinan adalah untuk mencapai ketentraman dan kasih sayang. Serta bagaimana mungkin dua segi yang di kontradisikan ini akan bertemu.


2.      Perempuan Ahli Kitab
Adapun perempuan ahli kitab baik dari kalangan Yahudi maupun Nasrani oleh Al-Qur’an telah di izinkan kawin dengan mereka itu untuk mengadakan pergaulan dengan mereka.Mereka ini masih dinilai sebagai orang yang beragama samawi sekalipun agama itu telah diubah dan diganti. Oleh karena itu, makanannya boleh kita makan dan perempuannya boleh kita kawini, Allah SWT berfirman :
اليوم أحل لكم الطيبت و طعام الذين أوتوا الكتب حل لكم وطعام مكم حل لهم  والمحصنت من المؤمنت و المحصنت من الذين أوتوا الكتب من قبلكم إذا اتيتمو هن محصنين غير مسافحين ولا متخذي اخدان و من يكفر بالإيمان فقط حبط عمله وهو فى الآخرة من الخسرين (الما ئدة :5 )
“Makanan ahli kitab adalah halal buat kamu begitu juga makananmu halal buat mereka. Perempuan mu’minah yang baik (halal buat kamu) begitu juga perempuan yang baik dari orang-orang yang pernah diberi kitab sebelum kamu apabila mereka itu kamu beri maskawin, sedangkan kamu kawini mereka (dengan cara yang baik) bukan berzina dan bukan kamu jadikan gundik” (Al-Maidah :5). Ini adalah salah satu bentuk toleransi dalam islam yang amat jarang dijumpai bandingannya dalam agama-agama lain.
Betapapun ahli kitab itu dinilai sebagai kufur dan sesat seorang muslim masih diperkenankan bahwa istri sebagai pengurus rumah tangga, ketentraman hati menyerahkan rahasia dan ibu anak-anaknya itu dari ahli kitab dan dia masih berpegang teguh pada agamanya juga. Kita katakana boleh menyerahkan rahasiannya kepada istrinya dari ahli kitab itu karena Allah berfirman tentang masalah perkawinan dan rahasiannya yang artinya:“Diantara tanda-tanda kekuasaan Allah ialah Dia menjadikan untuk kamu dari diri kamu sendiri jodoh-jodonya supaya kamu dapat tenang dengan jodoh itu , dan Dia telah menjadikan diantara kamu cinta dan kasih sayang” (Ar-Rum :21)
Disini ada suatu peringatan yang harus kita ketengahkan yaitu bahwa seorang muslimah yang fanatik kepada agamanya akan lebih baik daripada yang hanya menerima warisan dari nenek moyangnya. Karena itu, Rosulullah SAW mengajarkan kepada kita tentang memilih jodoh dengan kata-kata sebagai berikut:“Pilihlah perempuan yang beragama sebab kalau tidak, celakalah dirimu” (Riwayat Bukhori). Dengan demikian, setiap muslim mengkuatirkan pengaruh kepercayaan istrinya ini akan menular kepada anak-anaknya termasuk juga pendidikannya, maka dia harus melepaskan dirinya dari perempuan ahli kitab tersebut, demi menjaga agama dan menjauhkan diri dari marabahaya.
Kalau jumlah kaum muslimin disuatu Negara termasuk minoritas, maka yang lebih baik dan menurut pendapat yang kuat, laki-laki muslim tidak boleh kawin dengan perempuan yang bukan muslimah sebab dengan dibolehkannya mengawini perempuan lain dalam situasi seperti ini yakni perempuan-perempuan muslimah tidak dibolehkan kawin dengan laki-laki lain, akan mematikan putri-putri Islam atau tidak sedikit dari kalangan mereka itu yang akan terlantar. Untuk itu, jelas bahayanya bagi masyarakat Islam.Bahaya ini baru mungkin dapat diatasi dengan mempersempit dan membatasi masalah perkawinan yang mubah ini sampai kepada suatu keadaan yang mungkin.
3.      Perempuan Muslimah Kawin dengan laki-laki Lain
Perempuan muslimah tidak boleh kawin dengan laki-laki lain, baik dia itu ahli kitab maupun lainnya dalam situasi dan keadaan apa pun seperti firma Allah SWT
ولا تنكحوا المشركات حتى يؤمن ولامة مؤمنة خير من مشركة ولو اعجبتكم ولا تنكحوا المشركين حتى يؤمنوا ولعبد مؤمن خير من مشرك ولو اعجبكم اولئك يدعون الي النار والله يدعوا الى الجنة والمغفرة بإذنه. [ البقر221]
“Jnganlah kamu kawinkan anak-anak perempuanmu dengan laki-laki musyrik sehingga mereka itu masuk Islam” (Al-Baqarah : 221). Dan juga seperti firman Allah SWT tentang perempuan mu’minah yang turut hijrah ke Madinah yang artinya: “Kalau kamu sudah yakin mereka itu perempuan mu’minah, janganlah dikembalikan kepada orang-orang kafir sebab mereka itu tidak halal bagi kafir dan orang kafir pun tidak halal buat mereka (muslimah)”.Dalam ayat ini tidak ada pengecualian untuk ahli kitab. Oleh karena itu, hukumnya berlaku secara umum. Yang boleh ialah laki-laki muslim kawin dengan perempuan Yahudi atau Nasrani bukan sebaliknya sebab laki-laki adalah kepala rumah tangga dan mengurus serta yang bertanggung jawab terhadap perempuan. Islam tetap memberikan kebebasan kepada perempuan ahli kitab untuk tetap berpegang pada agamnya sekalipun berada dibawah kekuasaan laki-laki muslim itu harus melindungi hak-hak dan kehormatan istrinya menurut syari’atnya (Islam). Akan tetapi, agama lain, misalnya: Yahudi dan Nasrani, tidak memerikan kebebasan terhadap istrinya yang berlainan agama dan tidak memberikan perlindungan terhadap hak-hak istrinya yang berbeda agama. Oleh karena itu, bagaimana mungkin Islam menghancurkan masa depan purti-putrinya dan melemparkan mereka ini di bawah kekuasaan orang-orang yang tidak mau mengawasi agama si istri baik secara kekerabatan maupun secara perjanjian.
Prinsip ini di pertahankan karena suami berkewajiban menghormati akidah istrinya supaya dapat bergaul dengan baik antara keduanya.Seorang mu’min juga beriman kepada prinsip agama Yahudi dan Nasrani sebagai agama samawi terlepas dari persoalan perubahan-perubahan yangterjadi di dalam kedua agama tersebut, dia juga beriman kepada Taurat dan Injil sebagai kitab yang diturunkan Allah.Dia pun beriman kepada Musa dan Isa sebagai utusan yang dikirim Allah.Keduanya adalah tergolong Ulum Azmi (yang berkedudukan tinggi). Oleh karena itu, seorang perempuan ahli kitab berada di bawah kekuasaan suami muslim yang selalu menghargai prinsip agamanya, Nabinya, dan Kitabnya.
Bahkan, tidak akan sempurna iman si suami yang muslim itu melainkan dengan bersikap demikian. Akan tetapi sebaliknya, bahwa laki-laki Yahudi dan Nasrani tidak akan mengakui terhadap Islam, kitab Islam dan Nabinya orang Islam. Untuk itu, bagaimana mungkin seorang muslimah itu menuntuk dia untuk menampakkan syiar, ibadah, dan kewajiban serta menetapkan beberapa peraturan tentang halal dan haram.Bukankah suatu hal yang mustahil bahwa seorang muslimah akan mendapat penghormatan terhadap akidah dan agamanya tetap dilindungi, sedaang suaminya itu amat benci terhadap akidah istri.Berdasarkan alasan di atas logislah kalau Islam mengharamkan seorang laki-laki muslim kawin dengan perempuan animis, yakni Islam itu antipati terhadap apa  yang disebut syirik dan animisme. Oleh karena itu bagaimana mungkin akan dapat diwujudkan ketentraman dan kasih sayang dalam rumah tangga antara suami-istri.

C.    Metode Istinbath Hukum

Model Istinbath Tahlili
Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi menegaskan bahwa tidak sepantasnya bagi seorang yang berilmu, yang dikaruniai berbagai fasilitas akal pikiran yang biasa digunakan untuk mentarjih, yaitu memilih-milih pendapat yang lebih relevan dan real untuk dijalankan, terikat dengan suatu mazhab tertentu, tetapi seharusnya ia wajib berpegang kepada dalil dan hujjah yang kuat dan sahih untuk menjadi pegangannya.
Seorang muslim yang baik adalah orang yang selalu berpegang kepada dalil yang benar dan hujjah yang kuat sebagai parameter untuk dipedomani guna mengetahui yang haq. Dan tidaklah layak baginya mengikuti suatu pendapat hanya karena kemasyhurannya dan banyak pengikutnya.
Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi menegaskan bahwa ijtihad tidak menghilangkan tradisi Fiqih klasik tetapi ijtihad mengandung beberapa hal yang mendasar, yaitu:
1.      Menafsir ulang tradisi Fiqih klasik yang melimpah ruah melalui aliran-aliran, madzhab, dan pendapat-pendapat yang shahih terutama dari kalangan sahabat dan tabi’in, kemudian memilih mana yang lebih kuat serta sesuai dengan tujuan-tujuan syariat serta kemaslahatan umat dalam kondisi yang aktual.
2.      Kembali kepada sumber, nash-nash yang shahih yang sesuai dengan tujuan umum syari’at.
3.      Ijtihad untuk kasus-kasus dan masalah-masalah aktual yang tidak ada hukumnya serta belum terungkap oleh para ahli Fiqih terdahulu. Hal itu dilakukan untuk mengambil hukum aktual yang sesuai dengan dalil-dalil syara’.
Mengenai peluang ulama’ untuk berijtihad sa’at ini menurut Syekh Muhammad Qardhawi adalah suatu keharusan dan hukumnya fardu kifayah. Dan ada tiga macam ijtihad yang dikemukakan oleh Syekh Muhammad Qardhawi, yaitu: Ijtihad Intiqa’i, Ijtihad Insya’i, dan Ijtihaad Integrasi antara ijtihad intiqa'i dan Ijtihad insya’i.

Aplikasi istinbath
Penulis akan membuktikan bahwa istinbath yang dilakukan oleh yusuf Qardhawi adalah metode tahlil yang mengambil hukum dari berbagai ayat yang berkaitan dengan pembahasan. Seperti yang dijelaskan di bawah ini:
1.      Menikah dengan ahli kitab.

اليوم أحل لكم الطيبت و طعام الذين أوتوا الكتب حل لكم وطعام مكم حل لهم  والمحصنت من المؤمنت و المحصنت من الذين أوتوا الكتب من قبلكم إذا اتيتمو هن محصنين غير مسافحين ولا متخذي اخدان و من يكفر بالإيمان فقط حبط عمله وهو فى الآخرة من الخسرين (الما ئدة :5 )
“Makanan ahli kitab adalah halal buat kamu begitu juga makananmu halal buat mereka. Perempuan mu’minah yang baik (halal buat kamu) begitu juga perempuan yang baik dari orang-orang yang pernah diberi kitab sebelum kamu apabila mereka itu kamu beri maskawin, sedangkan kamu kawini mereka (dengan cara yang baik) bukan berzina dan bukan kamu jadikan gundik” (Al-Maidah :5).

2.      Menikah dengan musyrik.

ولا تنكحوا المشركات حتى يؤمن ولامة مؤمنة خير من مشركة ولو اعجبتكم ولا تنكحوا المشركين حتى يؤمنوا ولعبد مؤمن خير من مشرك ولو اعجبكم اولئك يدعون الي النار والله يدعوا الى الجنة والمغفرة بإذنه. [ البقر221]
“Dan janganlah kamu kawini perempuan musyrik sehingga mereka itu beriman dan sengguh seorang hamba perempuan yang beriman adalah lebih baik daripada seorang perempuan musyrik sekalipun dia itu sangat mengagumkan kamu, dan jangan kamu kawainkan anak-anak kamu (perempuan) dengan laki-laki musyrik sehingga mereka itu beriman dan sungguh seorang hamba laki-laki yang beriman adalah lebih baik daripada seorang laki-laki musyrik sekalipun mereka itu sangat mengagumkan kamu. Sebab, mereka itu mengajak kamu ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan pengampunan dengan izinnya juga” (Al-Baqarah : 221)
وإذ قال لقمن لإبنه وهو يعظه يبني لاتشرك باالله إن الشرك لظلم عظيم (لقمن :13)
“Ingatlah Lukman berkata kepada anaknya, diwaktu ia member pelajaran kepadanya, “Hai anakku!Janganlah kamu mempersekutukan Allah SWT, Sesungguhnya mempersekutukan Allah SWT adalah benar-benar kezdaliman yang sangat besar” (QS.Luqman 13).
Ayat diatas tentang kafir, musyrik dan ahli kitab sehingga yusuf Qardhawi mengistinbath hukum dengan berbagai pendekatan ayat tersebut.













BAB IV
A.  Kesimpulan
Pendapat Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi tentang pernikahan beda agama.
1.      Menikah dengan musyrik hukumnya haram berdasarkan ayat-ayat yang telah dijelaskan di atas.
2.      Menikah dengan orang kafir hukumnya haram berdasarkan ayat-ayat yang telah dijelaskan.
3.      Menikah dengan ahli-kitab hukumnya halal berdasarkan ayat-ayat yang telah dijelaskan di atas.
B.  Saran
1.      Supaya ada dikalangan syari’ah yang membahas tentang hukum eed1\
2.      pernikahannon-Muslim dalam perspektif ulama’ yang berbeda.
3.      Supaya ada mahasiswa yang membahas tentang metode istinbath hukum yusuf Qardhawi secara khusus, sehingga bias lebih tajam dan komprehensip.










DAFTAR PUSTAKA
v  Metodologi Penelitian Kualitatif. Burhan Bungin (ED), Jakarta: Devisi Buku Perguruan Tinggi, PT Raja Grafindo Persada.
v  Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi, (2007). Halal dan Haram, Jakarta: Robbani Press.
v  PDF. Thoriqul al-Istinbath. Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi.
v  Zuhri, Muhammad. (1996). Hukum Islam dalam Lintasan Sejarah, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
v  Fatwa-fatwa Kontemporer. Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi.
v  Fiqih Empat Madzhab, Edisi Bestseller. Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin ‘Abdurrahman ad-Dimasyqi.
v  Ali-shobuni, M, Ali. Rowa’iul Al-bayan Fi Tafsir Al-ahkami Al-qur’an. Makkah : Darul Fikr.
v  Kamus Ilmiah Populer Lengkap.Hendro Dermawan,dkk. Yogyakarta: Bintang Cemerlang.
v  Otoritas Sunnah Non-Tasri ‘Iyyah menurut Yusuf Qardhawi. Dr. Tarmizi M. Jakfar, MA, AM AR-RUZZMEDIA.












Add caption