PERNIKAHAN BEDA AGAMA DALAM PROSPEKTIF SYEKH MUHAMMAD YUSUF QARDHAWI
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pernikahan
adalah pernikahan yang dilakukan pria dan wanita yang sama aqidah, akhlak dan
tujuannya, di samping cinta dan ketulusan hati. Di bawah naungan keterpaduan
itu, kehidupan suami isteri akan tentram, penuh cinta dan kasih sayang.
Keluarga akan bahagia dan anak-anak akan sejahtera. Dalam pandangan Islam,
kehidupan keluarga seperti itu tidak akan terwujud secara sempurna kecuali jika
suami isteri berpegang kepada agama yang sama. Keduanya beragama dan teguh
melaksanakan ajaran Islam. Jika agama keduanya berbeda akan timbul berbagai
kesulitan di lingkungan keluarga. Dalam pelaksanaan ibadat, pendidikan anak,
pengaturan makanan, pembinaan tradisi keagamaan, dan lain-lain.
Pernikahan telah terjadi sejak manusia pertama diciptakan Allah
SWT, sebagaimana yang telah terjadi pada Nabi Adam AS, beliau sebagai manusia
pertama yang telah dikawinkan dengan Siti Hawa oleh Allah SWT. Proses kejadian
ini merupakan proses permulaan dan pertama kali dalam sejarah kehidupan manusia
di muka bumi ini. Pernikahan bertujuan untuk membentuk keluarga yang diliputi
rasa saling mencintai dan rasa kasih sayang antar anggota keluarga. Sebagai
agama universal, Islam memandang manusia sebagai kesatuan umat, dalam hal
perkawinan sama sekali tidak mempersoalkan faktor-faktor perbedaan keturunan
bangsa atau kewarganegaraan, yang jadi persoalan hanyalah faktor perbedaan
agama.
Islam menentukan bahwa keselamatan keyakinan agama harus lebih
diutamakan daripada kesenangan duniawi, apalagi dalam hubungan perkawinan yang
merupakan batu dasar pembinaan rumah tangga, kekeluargaan, masyarakat, faktor
keyakinan agama benar-benar ditonjolkan.Allah tidak berkeinginan menjadikan
manusia seperti makhluk lainnya, yang hidup bebas mengikuti nalurinya tanpa
suatu aturan.Kemudian, demi menjaga kehormatan dan kemuliaan manusia, Allah
menciptakan hukum sesuai martabatnya, sehingga hubungan antara pria dan wanita
diatur secara terhormat dan berdasarkan saling meridhai.
Dalam abad kemajuan teknologi komunikasi modern dewasa ini,
pergaulan manusia tidak dapat dibatasi hanya dalam satu lingkungan masyarakat
yang lingkupnya kecil dan sempit, seperti pembatasan golongan, suku, ras, dan
agama.Namun hubungan antar manusia telah berkembang begitu pesat, sehingga
menembus dinding-dinding yang sebelumnya menjadi pemisah bagi kelangsungan
hubungan mereka. Adakalanya apa yang terjadi dilingkungan masyarakat belum
sepenuhnya diatur secara tegas oleh perangkat peraturan-peraturan yang sudah
ada. Semakin luas dan terbukanya hubungan antar manusia tersebut mempunyai
dampak yang sangat besar bagi kehidupan manusia, salah satu dampak tersebut
adalah masalah pernikahan, yakni sering terjadi pernikahanbeda agama.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, maka di ambil suatu
permasalahan, sebagai berikut :
1.
Apa hukum
perkawinan beda agama menurut Syeikh Muhammad Yusuf Qardhawi ?
2.
Apa metode
istinbath hukum yang digunakan dalam menentukan hukum perkawinan beda agama ?
C. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara yang digunakan dalam pengumpulan
data. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang
didasarkan pada data kepustakaan.Sebuah penelitian yang mencoba menjabarkan
pemahaman pada pembaca mengenai pemikiran Syekh Muhammad Qardhawi tentang
Pernikahan Beda Agama. Dan untuk lebih detailnya, metode penelitian akan penulis
uraikan sebagai berikut:
1.
Metode
Pengumpulan Data
Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan atau
studi teks, maka dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode dokumentasi,
yaitu dengan pengumpulan dan menelusuri buku-buku atau teks-teks yang relefan
dengan tema kajian sumber data.
Sumber data penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder
a.
Sumber data
primer yaitu data yang diperoleh dari data primer, yaitu sumber asli yang
menurut informasi atau data tersebut. Dalam hal ini, penulis, menggunakan
buku-buku karya Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi, seperti : Halal dan Haram dalam
Islam, Fatwa-fatwa Kontemporer.
b.
Sumber data
sekunder ialah data yang diperoleh dari sumber yang bukan asli, yang memuat
informasi atau data tersebut. Maka dari itu, penulis mengambil sumber yang
mendukung dari penelitian diatas, supaya dapat dipertanggung jawabkansecara ilmiah.
Data ini diambil dari karya-karya intelektual lain yang mendukung data dari
tema pembahasan penulis.
2.
Metode
Penulisan Data
Secara etimologi analisis berasal dari bahasa Inggris, yaitu
analisis yang mengandung arti “suatu uraian pikiran yang mendalam, sistematis,
dan rasional.Dalam menganalisis, langkah pertama yang dilakukan adalah
persiapan memilih data sedemikian rupa, sehingga hanya data yang terpakai saja
yang digunakan.Langkah ini bermaksud merapikan data agar sistematis dan tinggal
mengadakan pengolahan lanjutan atau menganalisis.
a.
Metode Content
Analysis
Content Anliysis (analisis isi) yaitu analisis tentang pesan suatu
komunikasi. Penulis akan melakukan analisis data dan pengolahan secara ilmiah
tentang isi pesan atau teks. Metode ini digunakan untuk memahami pendapat dan
istinbath hukum yang digunakan Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi. Disamping itu,
dengan cara ini dapat dibandingkan antara satu buku dengan buku yang lainnya
dalam bidang yang sama, baik berdasarkan perbedaan waktu penulisannya maupun
mengenai kemampuan buku-buku tersebut dalam mencapai sasarannya sebagai bahan
yang disajikan,
b.
Metode
Komperatif
Untuk menganalisis data, penulis juga menggunakan metode
komperatif, yaitu menganalisis data tertentu yang berkaitan dengan situasi atau
faktor-faktor yang diselidiki, kemudian faktor-faktor tersebut diperbandingkan
satu dengan yang lainnya.Dalam hal ini penulis berusaha membandingkan antara
pendapat Syekh Muhammad Qardhawi dengan ulama’ lainnya tentang permasalah
Pernikahan Beda Agama.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Pernikahan beda
Agama dalam Fiqh Islam
Peristiwa pernikahan beda agama merupakan salah satu tahapan yang
dianggap penting dalam kehidupan manusia dan telah dijalani selama berabad-abad
pada suatu kebudayaan dan komunitas agama. Sebagian orang menganggapnya sebagai
peristiwa sacral, sebagaimana peristiwa kelahiran dan kematian yang hanya
terjadi sekali seumur hidup.Sedemikian pentingnya sehingga semua agama
mempunyai aturan sendiri dalam melaksanakan pernikahan.
Pernikahanbeda agama memang sudah cukup lama di diskusikan sampai
saat ini, akan tetapi masih saja menarik perhatian untuk dikaji lagi. Mayoritas
ulama berpendapat mengenai hukum perkawinan antara seorang peia muslim dengan
wanita musyrik. Sebagaiamana di haramkannya makan sembelihannya, begitu juga
halnya mengawini wanita atheis (tidak percaya adanya Tuhan) kecuali bila dia
masuk Islam baru di halalkan oleh agama. Dalam hali ini berdasarkan firman
Allah SWT yang berbunyi :
ولا
تنكحوا المشركات حتى يؤمن ولامة مؤمنة خير من مشركة ولو اعجبتكم ولا تنكحوا
المشركين حتى يؤمنوا ولعبد مؤمن خير من مشرك ولو اعجبكم اولئك يدعون الي النار
والله يدعوا الى الجنة والمغفرة بإذنه. [ البقر221]
“Dan janganlah kamu kawini perempuan musyrik sehingga mereka itu
beriman dan sengguh seorang hamba perempuan yang beriman adalah lebih baik
daripada seorang perempuan musyrik sekalipun dia itu sangat mengagumkan kamu,
dan jangan kamu kawainkan anak-anak kamu (perempuan) dengan laki-laki musyrik
sehingga mereka itu beriman dan sungguh seorang hamba laki-laki yang beriman
adalah lebih baik daripada seorang laki-laki musyrik sekalipun mereka itu
sangat mengagumkan kamu. Sebab, mereka itu mengajak kamu ke neraka, sedangkan
Allah mengajak ke surga dan pengampunan dengan izinnya juga” (Al-Baqarah :221).Dalam ayat ini terdapat keterangan, agar orang muslim
selalu berhati-hati terhadap jebakan orang-orang musyrik, yang mempunyai siasat
untuk menggiring meninggalkan agama islam dengan menawari perempuan yang
cantik.
Agama islam
membolehkan penganutnya yang laki-laki mengawini perempuan Ahlul Kitab,
sebagaimana halalnya memakan binatang sembelihannya. Kebolehan ini bertujuan
untuk membuat sikap toleransi terhadap penganut agama lain, dan memungkinkan
terjadinya upaya suami untuk mendidik istrinya menganut agama islam, karena
tabiatnya sebagai pemimpin dalam rumah tangganya. Pendapat ini berdasarkan pada
al-Quran ayat 5 surat al-Maidah yang berbunyi:
اليوم أحل لكم الطيبت
و طعام الذين أوتوا الكتب حل لكم وطعام مكم حل لهم والمحصنت من المؤمنت و المحصنت من الذين أوتوا الكتب من قبلكم إذا اتيتمو
هن محصنين غير مسافحين ولا متخذي اخدان و من يكفر بالإيمان فقط حبط عمله وهو فى
الآخرة من الخسرين (الما ئدة :5)
"Pada hari ini
dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi
Al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan
dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita
yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang
yang diberi Al-Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka
dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula)
menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak
menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat
termasuk orang-orang merugi”.
Agama Islam
tidak membolehkan penganutnya yang perempuan dikawini oleh laki-laki Ahlul
Kitab, berdasarkan firman Allah ayat 10 surat al-Mumtahanah yang artinya “Hai
orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan
yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui
tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka
(benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami
mereka) orang-orang kafir.Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan
orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada
(suami-suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu
mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu
tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan
hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta
mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkanNya di
antara kamu.Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
Dari ayat
diatas dapat diambil keterangan salah satunya, yaitu larangan Allah agar
perempuan muslimah tidak dikawini oleh Ahlul Kitab (orang-orang kafir),
karena dikhawatirkan akan dipengaruhi meninggalkan agamanya. Agama islam
memandang pada terlalu besar kemungkinan terjadinya hal tersebut, karena
suamilah yang menjadi pemimpin dalam rumah tangga. Tentu saja, ia akan
menggunakan kewenangan pemimpin untuk mengajak keluarganya agar menganut
keyakinannya. Yang menjadi persoalan yaitu perkawinan antara pria muslim dengan
wanita ahli kitab atau kitabiyah. Secara tekstual memang surat al-Baqarah ayat
221 tersebut melarang perkawinan antara orang islam dengan non islam,
akan tetapi menurut pandangan ulama pada umumnya pernikahan seorang muslim
dengan kitabiyah itu dibolehkan dan sebagian ulama yang lain mengharamkannya
atas dasar sikap musyrik kitabiyah bahkan tidak sedikit para ulama yang
mengharamkannya dengan berpegang pada sad al-Dzari’ah, karena mudahnya fitnah
dan mafsadat yang timbul dari perkawinan tersebut.
Imam Syafi’i
dalam kitab klasiknya, Al-Umm, mendefinisikan Kitabiyah dan non Kitabiyah
sebagai berikut, “Yang dimaksud dengan ahlul kitab adalah orang-orang Yahudi
dan Nasrani yang berasal dari keturunan bangsa Israel asli.Adapun umat-umat
lain yang menganut agama Yahudi dan Nasrani, rnaka mereka tidak termasuk dalam
kata ahli kitab.Sebab, Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa a.s. tidak diutus kecuali
untuk Bani Israil dan dakwah mereka juga bukan ditujukan bagi umat-umat setelah
Bani israil.”
Dalam kitab
Tafsir Al-Manar di jelaskan, ulama mempersoalkan mengenai nikah dengan wanita
pengikut kitab Injil dan Taurat, yang dimaksud itu pada ahli kitab (
Nasrani dan Yahudi) di masa Nabi mereka masih hidup serta kitabnya masih murni
belum mengalami perubahan dan penyimpangan ataukah yang dimaksud ahli kitab
disini itu para keturunan mereka serta kitabnya juga tidak murni lagi sudah
mengalami perubahan dan penyimpangan. Hal ini menunjukkan adanya dua kelompok
pandangan. Kelompok pertama berpendapat: bahwa Kitabiyah halal dinikahi
meskipun sudah ada penyimpangan. Kelompok kedua berpendapat: bahwa Kitabiyah
yang boleh dinikahi adalah Kitabiyah yang keyakinannya masih murni belum ada
perubahan sebagaimana ajaran kitab yang masih murni. Sedangkan kitabiyah yang
sudah menyimpang haram dinikahi, keharaman menikah dengan Kitabiyah menurut
kelompok ini karena menganggapnya musyrik, dan wanita musyrik haram dinikahi.
B.
Pengertian
konsep
Kafir
Kafir secara harfiyah adalah menyembunyikan sesuatu,
atau menyembunyikan kebaikan yang telah diterima atau tidak berterima kasih
atau mengingkari kebenaran.Dalam al-Quran, kata kafir dengan berbagai bentuk
kata jadinya disebut sebanyak 525 kali. Kata kafir
digunakan dalam al-quran berkaitan dengan perbuatan yang berhubungan dengan
Tuhan, seperti :
v Mengingkari
nikmat Tuhan dan tidak berterima kasih kepada-Nya (QS.16:55, QS. 30:34).
v Lari dari
tanggung jawab (QS.14:22).
v Menolak hukum
Allah (QS. 5;44).
v Meninggalkan
amal soleh yang diperintahkan Allah (QS. 30:44).
Dalam terminologi kultural kata ini digunakan
dalam agama Islam untuk merujuk kepada orang-orang yang mengingkari
nikmat Allah (sebagai lawan dari kata syakir, yang berarti orang yang
bersyukur).Namun yang paling dominan, kata kafir digunakan dalam al-Quran
adalah kata kafir yang mempunyai arti pendustaan atau pengingkaran terhadap
Allah SWT dan Rasul-RasulNya, khususnya Nabi Muhammad dan ajaran-ajaran yang
dibawanya.
Secara istilah, kafir adalah orang yang
menentang, menolak, kebenaran dari Allah Swt yang di sampaikan oleh
RasulNya.atau secara singkat kafir adalah kebalikan dari iman. Dilihat dari
istilah, bisa dikatakan bahwa kafir sama dengan non muslim. Yaitu orang yang
tidak mengimani Allah dan rasul-rasul-Nya serta ajarannya.
Ditinjau dari segi bahasa, kata kafir tidak
selamanya berarti non muslim, karena ada penggunaan kata kafir atau pecahan
dari kata kafir seperti kufur, yang bermakna inkar saja, tidak sampai
mengeluarkan seseorang dari keislaman. Contohnya kufur nikmat, yaitu orang yang
tidak pandai/mensyukuri nikmat Tuhan, atau dalam istilah lain disebut sebagai
kufrun duna kufrin (kekufuran yang tidak sampai membawa pelakunya kafir/keluar
dari islam).
Musyrik
Musyrik dalam Islam berarti mempersekutukan Allah SWT dan
bergantung dzat selain-Nya. Dalam surat Al-Ikhlas, secara gamblang, Allah SWT
mengajarkan kepada kita bahwa dzat-Nya hanyalah satu dan tidak ada sesuatu pun
yang menyerupaiNya.
Pada ayat pertama dijelaskan bahwa Allah SWT, hanyalahsatu
dzat.Ayat berikutnya menjelaskan bahwa hanya kepada-Nyalah tempat manusia
menggantungkan hidup.Allah SWT juga tidak beranak dan tidak pula
diperenakkan.Pada akhirnya, tidak ada sesuatu pun yang dapat menyerupainya. Di
dalam firman Allah SWT pada surat Al-Luqman ayat 13 sebagai berikut :
وإذ قال لقمن لإبنه وهو يعظه يبني
لاتشرك باالله إن الشرك لظلم عظيم (لقمن :13)
“Ingatlah Lukman berkata kepada anaknya, diwaktu ia member
pelajaran kepadanya, “Hai anakku!Janganlah kamu mempersekutukan Allah SWT,
Sesungguhnya mempersekutukan Allah SWT adalah benar-benar kezdaliman yang
sangat besar” (QS.Luqman 13).
Dengan demikian, orang musyrik dalam Islam disamping menyembah
kepada Allah SWT, ta’at Kepada Allah SWT, juga mengabdikan dirinya kepada yang
selain Allah SWT.Jadi, orang musyrik itu ialah mereka yang mempersekutukan
Allah SWT dalam bentuk I’tikad atau kepercayaan, ucapan maupun dalam bentuk
amal perbuatan.
Ahli kitab
Yang disebut
Ahli Kitab hanyalah mereka orang-orang Nasrani dan Yahudi.begitulah dalam
kitab-kitab tafsir. sedangkan agama selain Nasrani dan Yahudi seperti, hindu,
buddha, majusi/zoroastrianisme, kong hu chu, taoisme, shinto dan agama-agama
atau keyakinan-keyakinan yang muncul sebelum Nabi Muhammad -sholallahu 'alaihi
wasallam- bukan termasuk Ahli Kitab.
Mereka disebut
dalam Al-Qur'an sebagai "Musyrikin" seperti bangsa arab dahulu
sebelum datangnya Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- yang mana mereka
menyembah berhala. akan tetapi jika mereka ditanya kenapa mereka menyembah
berhala? mereka akan menjawab, "kami tidak menyembah berhala-berhala ini,
akan tetapi kami hanya ingin mendekatkan diri kepada Allah
sedekat-dekatnya." dengan begitupun Allah menyebut mereka tetap
orang-orang musyrik. Allah berfirman, yang artinya: “ "Ingatlah,
hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang
mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka
melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya."
Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka
berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki (kepada kebenaran)
orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar." (QS Az-Zumar : 3).
Walau niat
mereka hanya ingin mendekatkan diri kepada Allah.dan niat ini adalah niat yang
baik, akan tetapi cara mendekatkan diri yang mereka lakukan salah dan tidak
sesuai yang diperintahkan oleh Allah. dan mereka tetap disebut sebagai pendusta
dan kafir (ingkar akan kebenaran).
Kita sebagai
seorang muslim wajib mengimani kitab-kitab yang Allah turunkan kepada nabi-nabi
sebelum Nabi Muhammad Sholallahu 'Alaihi Wasallam. adapun isi syariat pada
kitab-kitab terdahulu sebelum dirubah oleh mereka hanya Allah yang tahu. dan
kita hanya diperintahkan untuk melaksanakan apa yang Allah perintahkan dalam
Al-Qur'an dan yang Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- perintahkan melalui
hadits-haditsnya yang shahih.
C.
Pernikahan beda
agama menurut empat Mazhab
Dalam pembahasan ini, penulis mencoba membahas tentang hukum pernikahanbeda
agama dari sudut pandang ulama’ empat mazhab, walaupun pada prinsipnya ulama’
empat mazhab ini mempunyai pandangan yang berbeda. Untuk lebih jelas berikut
pandangan keempat mazhab fiqih teresbut mengenai pernikahan beda agama.
Madzhab Hambali
Pada Mazhab Hambali mengenai pernikahan beda agama ini,
mengemukakan bahwa haram menikahi wanita-wanita musyrik, dan boleh menikahi
wanita Yahudi dan Nasrani. Mazhab ini dalam menanggapi masalah pernikahan beda
agama, banyak mendukung para gurunya yaitu Imam Syafi’i. Dan tidak membatasi
bahwa yang termasuk Ahli Kitab adalah Yahudi dan Nasrani dari bangsa
Israel.Akan tetapi menyatakan bahwa wanita-wanita yang menganut Yahudi dan
Nasrani sejak sa’at Nabi Muhammad belum diutus jadi Rosul.
Madzhab Maliki
Menurut Mazhab Maliki tentang hukun pernikahan beda agama ini
mempunyai dua pendapat yaitu: Pertama, Nikah dengan kitabiyah hukumnya makruh
mutlak baik dzimmiyah maupun harbiyah, namun makruh menikahi wanita harbiyah
lebih besar. Akan tetapi jika dikhawatirkan bahwa si istri yang kitabiyah ini
akan mempengruhi anak-anak dan meninggalkan agama ayahnya, maka hukumnya haram.
Kedua, tidak makruh mutlak karena ayat tersebut tidak melarang secara mutlak.
Metodologi berfikir mazhab Maliki ini menggunakan pendekatan Sad Al-Zariah
(menutup jalan yang mengarah kepada kemafsadatan).Jika timbul kemafsadatan yang
akan muncul, maka diharamkan.
Madzhab Syafi’i
Demikian halnya dengan mazhab Syafi’I, juga berpendapat bahwa boleh
menikahi wanita Ahli Kitab, dan yang termasuk golongan wanita Ahli Kitab
menurut mazhab Syafi’i adalah wanita-wanita Yahudi dan Nasrani keturunan
orang-orang bangsa Israel dan tidak termasuk bangsa lainnya, sekalipun termasuk
penganut Yahudi dan Nasrani. Adapun alasan-alasan yang dikemukakan mazhab ini
adalah :
1.
Karena Nabi
Musa dan Nabi Isa hanya diutus untuk bangsa Israel, dan bukan bangsa lainnya.
2.
Lafadz “Min
Qoblikum (umat sebelum kamu)” pada QS. Al-Maidah ayat 5 menunjukkan kepada 2
golongan Yahudi dan Nasrani adalah wanita-wanita yang menganut agama tersebut
sejak semasa Nabi Muhammad SAW sebelum diutus jadi Rasul, tegasnya orang-orang
yang menganut Yahudi dan Nasrani sesudah Al-Qur’an diturunkan tidak termasuk
Yahudi dan Nasrani dalam kategori Ahli Kitab, karena tidak sesuai dengan bunyi
ayat Min Qoblikum tersebut.
Madzhab Hanafi
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa pernikahan pria muslim dengan
wanita musyrik hukumnya adalah mutlak haram, tetapi membolehkan menikah wanita
Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani), sekalipun Ahli Kitab tersebut meyakini
trinitas, karena menurut mereka yang terpenting adalah Ahli Kitab tersebut
memiliki kitab samawi. Menurut mazhab ini yang dimaksud dengan Ahli Kitab
adalah siapa saja yang mempercayai seorang Nabi dan Kitab yang pernah
diturunkan Allah SWT, termasuk juga orang yang percaya kepada Nabi Ibrahim AS,
Suhufnya, orang yang percaya kepada Nabi Musa AS, dan Kitab Zaburnya, maka
wanita tersebut boleh dikawini. Bahkan menurut mazhab ini mengawini wanita Ahli
Kitab zimmi atau wanita kitabiyah yang ada di Darul Harbi adalah boleh, hanya
saja pernikahan dengan wanita kitabiyah yang ada di Darul Harbi hukumnya makruh
tahrim, karena akan membuka pintu fitnah dan mengandung mafasid yang besar.
Sedangkan pernikahan dengan wanita Ahli Kitab zimmi hukumnya makruh tanziah,
alasan mereka adalah karena wanita Ahli Kitab zimmi ini menghalalkan minuman arak
dan menghalalkan daging babi.
BAB III
HASIL PENELITIAN
A.
Biografi Singkat
Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi
Dikalangan
pemikir Islam, Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi dikenal sebagai ulama’ dan pemikir
Islam yang unik sekaligus istimewa. Keunikan dan keistimewaannya itu tidak lain
karena memiliki cara atau metodologi khas dalam menyampaikan risalah Islam.
Lantaran metodologinya itu dikalangan barat beliau diterima sebagai pemikir
yang selalu menampilkan Islam secara ramah, santun, dan moderat.
Kapasitas
keilmuan Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi sesungguhnya tidak lepas dari latar
belakang keluarga dan pendidikan yang ditempuhnya. Beliau dilahirkan dari
sebuah keluarga sederhana dengan nama lengkap Yusuf bin ‘Abadullah bin ‘Ali bin
Yusuf, yang kemudian populer dengan sebutan Yusuf Qardhawi, disebuah desa
terpencil pedalaman Mesir. Ayahnya, ‘Abdullah adalah anak dari seorang pedagang
sukses Haji ‘Ali Al-Qardhawi. Sedangkan ibunya berasala dari keluarga Al-Hajar,
sebuah keluarga pedagang dan sangat terkenal dengan kecerdasannya. Ibu dan
bibinya orang yang sangat cerdas dalam berhitung, tanpa menggunakan catatan.
Dengan berlatar
belakang pendidikan filsafat dan penguasaannya mendalam terhadap Al-Qur’an dan
Hadist, membuat pemahaman fiqih Al-Qardhawi menjadi dinamis. Beliau tidak kaku
dalam mempelajari dan menyikapi ilmu-ilmu syari’ah, yang banyak menyedot
perhatiannya sampai sekarang. Meskipun dalam masalah fiqih beliau beraliran
Hanafi. Beliau juga tidak terikat dengan pendapat-pendapat dalam mazdhab
tersebut.
B.
Pandangan Yusuf
Qardhawi tentang Pernikahan beda Agama
1.
Perempuan
Musyrik
Diantara wanita yang haram dinikahi adalah wanita musyrik, yaitu
wanita-wanita penyembah berhala seperti bangsa Arab dan sebagainya. Allah SWT
berfirman :
ولا
تنكحوا المشركات حتى يؤمن ولامة مؤمنة خير من مشركة ولو اعجبتكم ولا تنكحوا المشركين
حتى يؤمنوا ولعبد مؤمن خير من مشرك ولو اعجبكم اولئك يدعون الي النار والله يدعوا
الى الجنة والمغفرة بإذنه. [ البقر221]
“Dan janganlah kamu kawini perempuan musyrik sehingga mereka itu
beriman dan sengguh seorang hamba perempuan yang beriman adalah lebih baik
daripada seorang perempuan musyrik sekalipun dia itu sangat mengagumkan kamu,
dan jangan kamu kawainkan anak-anak kamu (perempuan) dengan laki-laki musyrik
sehingga mereka itu beriman dan sungguh seorang hamba laki-laki yang beriman
adalah lebih baik daripada seorang laki-laki musyrik sekalipun mereka itu
sangat mengagumkan kamu. Sebab, mereka itu mengajak kamu ke neraka, sedangkan
Allah mengajak ke surga dan pengampunan dengan izinnya juga” (Al-Baqarah : 221).
Ayat diatas menjelaskan bahwa seorang muslim laki-laki tidak
dibolehkan kawin dengan perempuan musyrik, begitu juga perempuan mu’minah tidak
dibolehkan kawin dengan laki-laki musyrik karena ada perbedaan yang sangat jauh
antara kedua kepercayaan tersebut. Di satu pihak mengajak ke surga sedangkan di
pihak lain mengajak ke neraka. Di satu pihak beriman kepada Allah SWT dan para
Nabi serta hari akhir, sedangkan di pihak lain menyekutukan Allah SWT dan
ingkar terhadap Nabi serta hari akhir.Adapun tujuan perkawinan adalah untuk
mencapai ketentraman dan kasih sayang. Serta bagaimana mungkin dua segi yang di
kontradisikan ini akan bertemu.
2.
Perempuan Ahli
Kitab
Adapun perempuan ahli kitab baik dari kalangan Yahudi maupun
Nasrani oleh Al-Qur’an telah di izinkan kawin dengan mereka itu untuk
mengadakan pergaulan dengan mereka.Mereka ini masih dinilai sebagai orang yang
beragama samawi sekalipun agama itu telah diubah dan diganti. Oleh karena itu,
makanannya boleh kita makan dan perempuannya boleh kita kawini, Allah SWT
berfirman :
اليوم أحل لكم الطيبت
و طعام الذين أوتوا الكتب حل لكم وطعام مكم حل لهم والمحصنت من المؤمنت و المحصنت من الذين أوتوا
الكتب من قبلكم إذا اتيتمو هن محصنين غير مسافحين ولا متخذي اخدان و من يكفر
بالإيمان فقط حبط عمله وهو فى الآخرة من الخسرين (الما ئدة :5 )
“Makanan ahli kitab adalah halal buat kamu begitu juga makananmu
halal buat mereka. Perempuan mu’minah yang baik (halal buat kamu) begitu juga
perempuan yang baik dari orang-orang yang pernah diberi kitab sebelum kamu
apabila mereka itu kamu beri maskawin, sedangkan kamu kawini mereka (dengan
cara yang baik) bukan berzina dan bukan kamu jadikan gundik” (Al-Maidah :5). Ini
adalah salah satu bentuk toleransi dalam islam yang amat jarang dijumpai
bandingannya dalam agama-agama lain.
Betapapun ahli kitab itu dinilai sebagai kufur dan sesat seorang
muslim masih diperkenankan bahwa istri sebagai pengurus rumah tangga,
ketentraman hati menyerahkan rahasia dan ibu anak-anaknya itu dari ahli kitab
dan dia masih berpegang teguh pada agamanya juga. Kita katakana boleh
menyerahkan rahasiannya kepada istrinya dari ahli kitab itu karena Allah
berfirman tentang masalah perkawinan dan rahasiannya yang artinya:“Diantara
tanda-tanda kekuasaan Allah ialah Dia menjadikan untuk kamu dari diri kamu
sendiri jodoh-jodonya supaya kamu dapat tenang dengan jodoh itu , dan Dia telah
menjadikan diantara kamu cinta dan kasih sayang” (Ar-Rum :21)
Disini ada suatu peringatan yang harus kita ketengahkan yaitu bahwa
seorang muslimah yang fanatik kepada agamanya akan lebih baik daripada yang
hanya menerima warisan dari nenek moyangnya. Karena itu, Rosulullah SAW
mengajarkan kepada kita tentang memilih jodoh dengan kata-kata sebagai berikut:“Pilihlah
perempuan yang beragama sebab kalau tidak, celakalah dirimu” (Riwayat Bukhori).
Dengan demikian, setiap muslim mengkuatirkan pengaruh kepercayaan istrinya ini
akan menular kepada anak-anaknya termasuk juga pendidikannya, maka dia harus
melepaskan dirinya dari perempuan ahli kitab tersebut, demi menjaga agama dan
menjauhkan diri dari marabahaya.
Kalau jumlah kaum muslimin disuatu Negara termasuk minoritas, maka
yang lebih baik dan menurut pendapat yang kuat, laki-laki muslim tidak boleh
kawin dengan perempuan yang bukan muslimah sebab dengan dibolehkannya mengawini
perempuan lain dalam situasi seperti ini yakni perempuan-perempuan muslimah
tidak dibolehkan kawin dengan laki-laki lain, akan mematikan putri-putri Islam
atau tidak sedikit dari kalangan mereka itu yang akan terlantar. Untuk itu,
jelas bahayanya bagi masyarakat Islam.Bahaya ini baru mungkin dapat diatasi
dengan mempersempit dan membatasi masalah perkawinan yang mubah ini sampai
kepada suatu keadaan yang mungkin.
3.
Perempuan
Muslimah Kawin dengan laki-laki Lain
Perempuan muslimah tidak boleh kawin dengan laki-laki lain, baik
dia itu ahli kitab maupun lainnya dalam situasi dan keadaan apa pun seperti
firma Allah SWT
ولا
تنكحوا المشركات حتى يؤمن ولامة مؤمنة خير من مشركة ولو اعجبتكم ولا تنكحوا
المشركين حتى يؤمنوا ولعبد مؤمن خير من مشرك ولو اعجبكم اولئك يدعون الي النار
والله يدعوا الى الجنة والمغفرة بإذنه. [ البقر221]
“Jnganlah kamu kawinkan anak-anak perempuanmu dengan laki-laki
musyrik sehingga mereka itu masuk Islam” (Al-Baqarah : 221). Dan juga seperti
firman Allah SWT tentang perempuan mu’minah yang turut hijrah ke Madinah yang
artinya: “Kalau kamu sudah yakin mereka itu perempuan mu’minah, janganlah
dikembalikan kepada orang-orang kafir sebab mereka itu tidak halal bagi kafir
dan orang kafir pun tidak halal buat mereka (muslimah)”.Dalam ayat ini tidak
ada pengecualian untuk ahli kitab. Oleh karena itu, hukumnya berlaku secara
umum. Yang boleh ialah laki-laki muslim kawin dengan perempuan Yahudi atau
Nasrani bukan sebaliknya sebab laki-laki adalah kepala rumah tangga dan
mengurus serta yang bertanggung jawab terhadap perempuan. Islam tetap
memberikan kebebasan kepada perempuan ahli kitab untuk tetap berpegang pada
agamnya sekalipun berada dibawah kekuasaan laki-laki muslim itu harus
melindungi hak-hak dan kehormatan istrinya menurut syari’atnya (Islam). Akan
tetapi, agama lain, misalnya: Yahudi dan Nasrani, tidak memerikan kebebasan
terhadap istrinya yang berlainan agama dan tidak memberikan perlindungan
terhadap hak-hak istrinya yang berbeda agama. Oleh karena itu, bagaimana
mungkin Islam menghancurkan masa depan purti-putrinya dan melemparkan mereka
ini di bawah kekuasaan orang-orang yang tidak mau mengawasi agama si istri baik
secara kekerabatan maupun secara perjanjian.
Prinsip ini di pertahankan karena suami berkewajiban menghormati akidah
istrinya supaya dapat bergaul dengan baik antara keduanya.Seorang mu’min juga
beriman kepada prinsip agama Yahudi dan Nasrani sebagai agama samawi terlepas
dari persoalan perubahan-perubahan yangterjadi di dalam kedua agama tersebut,
dia juga beriman kepada Taurat dan Injil sebagai kitab yang diturunkan
Allah.Dia pun beriman kepada Musa dan Isa sebagai utusan yang dikirim
Allah.Keduanya adalah tergolong Ulum Azmi (yang berkedudukan tinggi). Oleh
karena itu, seorang perempuan ahli kitab berada di bawah kekuasaan suami muslim
yang selalu menghargai prinsip agamanya, Nabinya, dan Kitabnya.
Bahkan, tidak akan sempurna iman si suami yang muslim itu melainkan
dengan bersikap demikian. Akan tetapi sebaliknya, bahwa laki-laki Yahudi dan
Nasrani tidak akan mengakui terhadap Islam, kitab Islam dan Nabinya orang
Islam. Untuk itu, bagaimana mungkin seorang muslimah itu menuntuk dia untuk
menampakkan syiar, ibadah, dan kewajiban serta menetapkan beberapa peraturan
tentang halal dan haram.Bukankah suatu hal yang mustahil bahwa seorang muslimah
akan mendapat penghormatan terhadap akidah dan agamanya tetap dilindungi,
sedaang suaminya itu amat benci terhadap akidah istri.Berdasarkan alasan di atas
logislah kalau Islam mengharamkan seorang laki-laki muslim kawin dengan
perempuan animis, yakni Islam itu antipati terhadap apa yang disebut syirik dan animisme. Oleh karena
itu bagaimana mungkin akan dapat diwujudkan ketentraman dan kasih sayang dalam rumah
tangga antara suami-istri.
C.
Metode Istinbath
Hukum
Model Istinbath Tahlili
Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi menegaskan bahwa tidak sepantasnya
bagi seorang yang berilmu, yang dikaruniai berbagai fasilitas akal pikiran yang
biasa digunakan untuk mentarjih, yaitu memilih-milih pendapat yang lebih
relevan dan real untuk dijalankan, terikat dengan suatu mazhab tertentu, tetapi
seharusnya ia wajib berpegang kepada dalil dan hujjah yang kuat dan sahih untuk
menjadi pegangannya.
Seorang muslim yang baik adalah orang yang selalu berpegang kepada
dalil yang benar dan hujjah yang kuat sebagai parameter untuk dipedomani guna
mengetahui yang haq. Dan tidaklah layak baginya mengikuti suatu pendapat hanya
karena kemasyhurannya dan banyak pengikutnya.
Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi menegaskan bahwa ijtihad tidak
menghilangkan tradisi Fiqih klasik tetapi ijtihad mengandung beberapa hal yang
mendasar, yaitu:
1.
Menafsir ulang
tradisi Fiqih klasik yang melimpah ruah melalui aliran-aliran, madzhab, dan
pendapat-pendapat yang shahih terutama dari kalangan sahabat dan tabi’in,
kemudian memilih mana yang lebih kuat serta sesuai dengan tujuan-tujuan syariat
serta kemaslahatan umat dalam kondisi yang aktual.
2.
Kembali kepada
sumber, nash-nash yang shahih yang sesuai dengan tujuan umum syari’at.
3.
Ijtihad untuk
kasus-kasus dan masalah-masalah aktual yang tidak ada hukumnya serta belum
terungkap oleh para ahli Fiqih terdahulu. Hal itu dilakukan untuk mengambil
hukum aktual yang sesuai dengan dalil-dalil syara’.
Mengenai peluang ulama’ untuk berijtihad sa’at ini menurut Syekh
Muhammad Qardhawi adalah suatu keharusan dan hukumnya fardu kifayah. Dan ada
tiga macam ijtihad yang dikemukakan oleh Syekh Muhammad Qardhawi, yaitu:
Ijtihad Intiqa’i, Ijtihad Insya’i, dan Ijtihaad Integrasi antara ijtihad
intiqa'i dan Ijtihad insya’i.
Aplikasi istinbath
Penulis akan membuktikan bahwa istinbath yang dilakukan oleh yusuf
Qardhawi adalah metode tahlil yang mengambil hukum dari berbagai ayat yang
berkaitan dengan pembahasan. Seperti yang dijelaskan di bawah ini:
1.
Menikah dengan
ahli kitab.
اليوم أحل لكم الطيبت
و طعام الذين أوتوا الكتب حل لكم وطعام مكم حل لهم والمحصنت من المؤمنت و المحصنت من الذين أوتوا
الكتب من قبلكم إذا اتيتمو هن محصنين غير مسافحين ولا متخذي اخدان و من يكفر بالإيمان
فقط حبط عمله وهو فى الآخرة من الخسرين (الما ئدة :5 )
“Makanan ahli kitab adalah halal buat kamu begitu juga makananmu
halal buat mereka. Perempuan mu’minah yang baik (halal buat kamu) begitu juga
perempuan yang baik dari orang-orang yang pernah diberi kitab sebelum kamu
apabila mereka itu kamu beri maskawin, sedangkan kamu kawini mereka (dengan
cara yang baik) bukan berzina dan bukan kamu jadikan gundik” (Al-Maidah :5).
2.
Menikah dengan
musyrik.
ولا
تنكحوا المشركات حتى يؤمن ولامة مؤمنة خير من مشركة ولو اعجبتكم ولا تنكحوا
المشركين حتى يؤمنوا ولعبد مؤمن خير من مشرك ولو اعجبكم اولئك يدعون الي النار
والله يدعوا الى الجنة والمغفرة بإذنه. [ البقر221]
“Dan janganlah kamu kawini perempuan musyrik sehingga mereka itu
beriman dan sengguh seorang hamba perempuan yang beriman adalah lebih baik
daripada seorang perempuan musyrik sekalipun dia itu sangat mengagumkan kamu,
dan jangan kamu kawainkan anak-anak kamu (perempuan) dengan laki-laki musyrik
sehingga mereka itu beriman dan sungguh seorang hamba laki-laki yang beriman
adalah lebih baik daripada seorang laki-laki musyrik sekalipun mereka itu
sangat mengagumkan kamu. Sebab, mereka itu mengajak kamu ke neraka, sedangkan
Allah mengajak ke surga dan pengampunan dengan izinnya juga” (Al-Baqarah : 221)
وإذ قال لقمن لإبنه وهو يعظه يبني
لاتشرك باالله إن الشرك لظلم عظيم (لقمن :13)
“Ingatlah Lukman berkata kepada anaknya, diwaktu ia member
pelajaran kepadanya, “Hai anakku!Janganlah kamu mempersekutukan Allah SWT,
Sesungguhnya mempersekutukan Allah SWT adalah benar-benar kezdaliman yang
sangat besar” (QS.Luqman 13).
Ayat diatas tentang kafir, musyrik dan ahli kitab sehingga yusuf
Qardhawi mengistinbath hukum dengan berbagai pendekatan ayat tersebut.
BAB IV
A.
Kesimpulan
Pendapat Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi tentang pernikahan beda
agama.
1.
Menikah dengan
musyrik hukumnya haram berdasarkan ayat-ayat yang telah dijelaskan di atas.
2.
Menikah dengan
orang kafir hukumnya haram berdasarkan ayat-ayat yang telah dijelaskan.
3.
Menikah dengan
ahli-kitab hukumnya halal berdasarkan ayat-ayat yang telah dijelaskan di atas.
B.
Saran
1.
Supaya ada
dikalangan syari’ah yang membahas tentang hukum eed1\
2.
pernikahannon-Muslim
dalam perspektif ulama’ yang berbeda.
3.
Supaya ada
mahasiswa yang membahas tentang metode istinbath hukum yusuf Qardhawi secara
khusus, sehingga bias lebih tajam dan komprehensip.
DAFTAR PUSTAKA
v Metodologi Penelitian Kualitatif. Burhan Bungin (ED), Jakarta:
Devisi Buku Perguruan Tinggi, PT Raja Grafindo Persada.
v Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi, (2007). Halal dan Haram, Jakarta:
Robbani Press.
v PDF. Thoriqul al-Istinbath. Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi.
v Zuhri,
Muhammad. (1996). Hukum Islam dalam Lintasan Sejarah, Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
v Fatwa-fatwa
Kontemporer. Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi.
v Fiqih
Empat Madzhab, Edisi Bestseller. Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin ‘Abdurrahman
ad-Dimasyqi.
v Ali-shobuni, M, Ali. Rowa’iul Al-bayan Fi
Tafsir Al-ahkami Al-qur’an. Makkah : Darul Fikr.
v Kamus Ilmiah Populer Lengkap.Hendro
Dermawan,dkk. Yogyakarta: Bintang Cemerlang.
v Otoritas Sunnah Non-Tasri ‘Iyyah menurut Yusuf
Qardhawi. Dr. Tarmizi M. Jakfar, MA, AM AR-RUZZMEDIA.
Add caption |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar